HalloPren - JASMERAH (Jangan Melupakan Sejarah) salah satu pidato yang pernah diucapkan oleh Bapak Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Dalam dunia pendidikan, nama Ki Hadjar Dewantara pasti semua tahu dan mengenalnya. Pria kelahiran Jogjakarta 2 Mei 1889 dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat merupakan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Kiprah beliau dalam memajukan pendidikan di Indonesia menjadikan Menteri Pendidikan di era kepemerintahan Ir. Soekarno. Selepas peninggalan Ki Hadjar Dewantara, guna mengenang jasa beliau pada tanggal lahirnya yakni 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDKNAS).
Namun apa yang terjadi dengan generasi muda saat ini, sering kali kita merasa miris dengan perilaku mereka. Usia pelajar yang seharusnya di isi dengan kegiatan positive yakni belajar dan berprestasi tetapi malah sebaliknya. Kebanyakan para pelajar mengisi waktu mereka dengan kegiatan yang negative seperti kumpul dengan genk motor, tawuran, mabok, bahkan ada yang sampek terjerumus ke dalam narkoba dan sex bebas. Berawal dari coba-coba akhirnya ketagihan, kalok nggak ikutan dibilangnya cupu lah penakut lah.
Memang usia-usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap pengaruh lingkungan karena di usia remaja mereka sedang mencari jati diri. Pentingnya kualitas pendidikan baik di sekolahan maupun di rumah mempunyai peranan penting terhadap perilaku anak. Namun kenyataannya, orangtua yang sibuk bekerja sehingga kurang memberi perhatian kepada anak seolah-olah apa yang terjadi kepada anak-anak mereka itu menjadi tanggung jawab penuh dari pihak sekolah.
Pihak pemerintah pun seakan menekan instansi pendidikan untuk bisa menciptakan generasi muda yang berprestasi dengan merupuskan metode-metode kurikulum pendidikan tertentu. Akan tetapi sebenarnya ini tidak efektif jika pemerintah sendiri tidak meberikan peraturan-peraturan tegas kepada pihak media televisi dalam menyajikan tontonan yang bermutu.
Seperti yang kita ketahui bersama, media televisi sekarang ini menyajikan tontonan yang kurang bermutu, seperti cerita anak jalanan yang di dalam ceritanya terdapan adegan-adegan perkelahian, balapan motor liar, dan adegan-adegan percintaan. Hal ini memicu terjadinya kekerasan dalam remaja dan juga anak-anak yang menonton acara tersebut. Mereka terobsesi dengan apa yang mereka lihat dan tentunya juga akan meniru apa yang mereka lihat.
Anehnya pihak pemerintah atau Lembaga Sensor Indonesia (LSI) malah menghapus film-film cartoon yang notabelnya film-film tersebut layak dan sesuai konsumsi anak-anak tetapi tetap mebiarkan tontonan kurang bermutu seperti sinetron, juga program acara televisi lainnya yang penuh dengan bully. Tentunya content-content seperti ini jauh dari kata "mendidik".
Tidak jarang juga media massa televisi memberitakan tentang kekerasan pelajar yang sampai mengakibatkan kematian, tindakan pemerkosaan yang dilakukan pelajar, korban oplosan minuman, sampai ada yang terjaring razia di kawasan balapan liar, razia hiburan malam, bahkan razia di tempat portitusi, dan ada beberapa pelajar yang terdapati membawa narkoba.
Lantas, kalau sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan, pemerintah, orangtua, guru, program acara televisi, atau salah remaja itu sendiri?
Tentunya ini menjadi "PR" kita bersama sebagai warga negara demi kemajuan bangsa Indonesia.
Kiprah beliau dalam memajukan pendidikan di Indonesia menjadikan Menteri Pendidikan di era kepemerintahan Ir. Soekarno. Selepas peninggalan Ki Hadjar Dewantara, guna mengenang jasa beliau pada tanggal lahirnya yakni 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDKNAS).
| source : http://cdn.tmpo.co/data/2011/04/06/id_70837/70837_620.jpg |
Namun apa yang terjadi dengan generasi muda saat ini, sering kali kita merasa miris dengan perilaku mereka. Usia pelajar yang seharusnya di isi dengan kegiatan positive yakni belajar dan berprestasi tetapi malah sebaliknya. Kebanyakan para pelajar mengisi waktu mereka dengan kegiatan yang negative seperti kumpul dengan genk motor, tawuran, mabok, bahkan ada yang sampek terjerumus ke dalam narkoba dan sex bebas. Berawal dari coba-coba akhirnya ketagihan, kalok nggak ikutan dibilangnya cupu lah penakut lah.
Memang usia-usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap pengaruh lingkungan karena di usia remaja mereka sedang mencari jati diri. Pentingnya kualitas pendidikan baik di sekolahan maupun di rumah mempunyai peranan penting terhadap perilaku anak. Namun kenyataannya, orangtua yang sibuk bekerja sehingga kurang memberi perhatian kepada anak seolah-olah apa yang terjadi kepada anak-anak mereka itu menjadi tanggung jawab penuh dari pihak sekolah.
Pihak pemerintah pun seakan menekan instansi pendidikan untuk bisa menciptakan generasi muda yang berprestasi dengan merupuskan metode-metode kurikulum pendidikan tertentu. Akan tetapi sebenarnya ini tidak efektif jika pemerintah sendiri tidak meberikan peraturan-peraturan tegas kepada pihak media televisi dalam menyajikan tontonan yang bermutu.
Seperti yang kita ketahui bersama, media televisi sekarang ini menyajikan tontonan yang kurang bermutu, seperti cerita anak jalanan yang di dalam ceritanya terdapan adegan-adegan perkelahian, balapan motor liar, dan adegan-adegan percintaan. Hal ini memicu terjadinya kekerasan dalam remaja dan juga anak-anak yang menonton acara tersebut. Mereka terobsesi dengan apa yang mereka lihat dan tentunya juga akan meniru apa yang mereka lihat.
Anehnya pihak pemerintah atau Lembaga Sensor Indonesia (LSI) malah menghapus film-film cartoon yang notabelnya film-film tersebut layak dan sesuai konsumsi anak-anak tetapi tetap mebiarkan tontonan kurang bermutu seperti sinetron, juga program acara televisi lainnya yang penuh dengan bully. Tentunya content-content seperti ini jauh dari kata "mendidik".
Tidak jarang juga media massa televisi memberitakan tentang kekerasan pelajar yang sampai mengakibatkan kematian, tindakan pemerkosaan yang dilakukan pelajar, korban oplosan minuman, sampai ada yang terjaring razia di kawasan balapan liar, razia hiburan malam, bahkan razia di tempat portitusi, dan ada beberapa pelajar yang terdapati membawa narkoba.
Lantas, kalau sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan, pemerintah, orangtua, guru, program acara televisi, atau salah remaja itu sendiri?
Tentunya ini menjadi "PR" kita bersama sebagai warga negara demi kemajuan bangsa Indonesia.
0 komentar :
Posting Komentar